Tubuh sepasang mahluk tuhan yang berlainan jenis kelamin saling mengunci dengan posisi terbalik, tubuh si perempuan tak henti-henti menggelinjang, sedang si pria tetap tenang, hanya lidahnya yang bergerak menjilati pangkal selangkangan si perempuan. Sudah lebih dari lima belas menit mereka begitu dalam ruangan yang udaranya disejukan oleh mesin yang katanya mampu membunuh virus serta bakteri yang bertebangan di udara. Televisi 32 inci yang terletak di atas sebuah meja itu menyala tanpa ada yang menonton. Cahaya itu satu-satunya sumber cahaya dalam ruangan tersebut. Itulah ungkapan perasaan senang setelah ngobrol selama kurang dari sejam di sebuah kafe, semuanya tampak akan berakhir disini dan rasanya sepertiga persoalan dunia ini selesai sudah. 29 April 1992, 08.30 malam. Lampu-lampu yang menyinari kafe itu seperti kunang-kunang yang menari menyambut malam. Tidak begitu ramai, dipojok dekat pintu masuk duduk dua orang yang berbicara tentang bagaimana menjatuhkan Soeharto
Bahkan semenjak bayi pun, manusia sudah melakukan polarisasi, contoh paling gampang adalah ketika memilih baju, pakaian ataupun accessories pada bayi. Bagi yang berjenis kelamin perempuan dipastikan menggunakan warna pink, sedangkan yang laki-laki kebayakan memakai warna biru. Identifikasi warna berdasar gender ini lah yang kemudian membuat polarisasi itu tumbuh dan berkembang bahkan sampai dewasa nanti. Bahayanya adalah ketika polarisasi yang tertanam semenjak bayi ini merembet ke berbagai isu social lainnya. Pink sebagai sebuah warna merupakan campuran warna dasar merah dan putih, warna bendera kita, apakah bisa dartikan bahwa bendera kita itu otomatis mempunyai gender ? Saya tidak tahu, entah kalo anda. Kembali kepada polarisasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Polarisasi adalah : polarisasi /po·la·ri·sa·si/ n 1 proses, perbuatan, cara menyinari; penyinaran; 2 magnetisasi; 3 pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang berkepentingan dan sebagainya)