Bahkan semenjak bayi pun, manusia sudah
melakukan polarisasi, contoh paling gampang adalah ketika memilih baju, pakaian
ataupun accessories pada bayi. Bagi yang
berjenis kelamin perempuan dipastikan menggunakan warna pink, sedangkan yang
laki-laki kebayakan memakai warna biru. Identifikasi warna berdasar gender
ini lah yang kemudian membuat polarisasi itu tumbuh dan berkembang bahkan
sampai dewasa nanti. Bahayanya adalah ketika polarisasi yang tertanam semenjak
bayi ini merembet ke berbagai isu social
lainnya.
Pink sebagai
sebuah warna merupakan campuran warna dasar merah dan putih, warna bendera
kita, apakah bisa dartikan bahwa bendera kita itu otomatis mempunyai gender? Saya tidak tahu, entah kalo
anda.
Kembali
kepada polarisasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Polarisasi adalah :
polarisasi/po·la·ri·sa·si/ n 1 proses, perbuatan, cara menyinari;
penyinaran; 2 magnetisasi; 3 pembagian atas dua bagian (kelompok orang
yang berkepentingan dan sebagainya) yang berlawanan; (https://kbbi.web.id/polarisasi)
Bagian yang tebal diatas patut untuk dicermati, melakukan
pembagian dua bagian, bisa individu maupun kelompok orang yang berlawanan. Bagaimana
Multikulturisme bisa diejawantahkan jikalau cara kita berpikir, bahkan terhadap
bayi, kita sudah melakukan polarisasi, walau hanya dalam hal warna baju. Ini cara
berpikir loh, cara pandang, how to life¸ mental.
Mungkin inilah yang di dengungkan oleh Pak De Jokowi sewaktu kampanya yang
harus di revolusi.
Makanya tidak heran kemudian jika kaum pria memakai warna pink
ketika dewasa akan terjadi pem-bully-an,
entah itu di bilang banci, homo, dan sebutan yang merendahkan lainnya.
Oya, saya punya anak perempuan, mau tidak mau, terpaksa juga
melakukan hal yang sama (karena ibunya lebih punya power dibandingkan saya
dalam hal ini). Mungkin dilain isu saya bisa menanamkan nilai kemanusian secara
universal nantinya, bukan begitu nak?
NB: Isi tulisan ini tidaklah seberat judulnya, judul demikian biar kelihatan keren saja. biar intelek.
Komentar